Callisa
Pagi ini sama dengan
pagi-pagi sebelumnya, dani sudah menunggu di depan dengan mobilnya. Tunangan
yang juga sahabat sejak SMAku ini memang kini rajin mengantar jemputku kerja.
Sebelumnya aku selalu berangkat dengan mobilku sendiri. Kata dani dia dan aku sudah
mau menikah, jadi sudah semestisnya dia menyempatkan waktu untuk melihatku
ditengah-tengah padatnya waktu kerja. Ya waktu luangnya hanya pagi dan saat
pulang kerja. Sahabat yang saat ini menjadi tunanganku ini adalah seorang CEO
dari sebuah perusahaan IT yang cukup besar di indonesia. Dia sangat hangat,
pengertian, dan perhatian sekali, mungkin karena dia lebih banyak mencintaiku,
aku merasa sangat bersyukur aku dan dia dapat masuk ke tahap tunangan, dan akan
segera menikah, yang artinya ia akan menjadi milikku. Aku bersyukur karena aku
akan menikah dengan sahabatku sendiri, yang sudah saling mengenal luar dan
dalam, lebih bersyukur lagi karena ia sangat mencintaiku. Pagi ini, berbeda
denga hari-hari sebelumnya karena hari ini hari jumat maka aku tidak datang ke
sekolah untuk mengajar, namun aku pergi ke cafeku. Selain mengajar, aku juga
memiliki usaha sebagai kerja sampingan, selain cafe, aku juga mempunyai sebuah
butik, sudah mimpiku sejak muda memiliki keduanya. Selain, memiliki usaha
disela-sela waktu luangku, aku isi dengan menulis. Dani mendukung semua yang
aku lakukan, selama itu bukan hal yang negatif. Dia mendukung semua kegiatan
aku sih selama ini, kecuali kegiatan aku yang hobi dengan hiburan asal korea,
dia benci banget kalau aku sudah melakukan semua itu. Sama halnya dengan aku
yang tidak suka dengan hal-hal aneh yang dia lakukan. Kami saling menghargai
privasi kami, tapi ada kalanya kami juga harus mengalah akan privasi kami, dan
mementingkan kepentingan bersama. Punya dia dalam hidupku adalah bahagia dan
nyaman.
Dani
Seperti biasanya,
pagiku selalu di isi dengan menjemput wanita istimewa yang sangat sulit untuk
ku miliki. Wanita mandiri, jutek, dan berprinsip ini adalah sahabat sejak SMA.
Wanita yang juga satu-satunya yang terpikir olehku untuk waktu yang lama, wanita
yang ingin aku jadikan lebih dari sekedar sahabat, namun ingin ku jadikan
seorang teman hidup. Perlu perjuangan yang luar biasa untuk mendapatkannya.
Butuh usaha besar untuk meyakinkannya. Butuh beberapa trik untuk membuatnya
jatuh cinta pada sahabat sendiri. Butuh ekstra sabar untuk membuatnya merasa
nyaman. Tapi aku bersyukur akhirnya kini ia menjadi tunanganku, dan segera akan
menjadi teman hidup, yang selama ini aku harapkan. Satu-satunya wanita yang
menghuni hati dan pikiran ini dalam waktu yang lama. Wanita yang mampu
membuatku semakin aku mengenalnya, semakin aku jatuh cinta padanya. Wanita yang
tidak sempurna, wanita yang memiliki kekurangan yang mampu ku sempurnakan
dengan hadirku, wanita dengan mimpi yang menawan, wanita dengan paras yang cantik,
hati yang anggun. Wanita yang laki manapun enggan menjadikannya pacar, namun
ingin menjadikannya teman hidup. Beruntung aku dia mampu mempercayaiku,
beruntung aku mampu membuatnya nyaman, dan beruntungnya aku ia tidak
meninggalkanku dan setia menungguku. Aku sangat mencintai wanita yang setiap
pagi menyapaku dengan senyum manisnya, wanita yang memiliki mata yang indah,
wanita yang selalu mendukungku, wanita yang selalu mampu membuatku jatuh cinta
berkali-kali. Memilikinya dalam hidupku adalah syukur yang selalu aku panjatkan
pada sang pencipta.
Adrian
Rindu ini menuntun
langkah kaki datang pada pemiliki hati ini. Rindu ini menuntun pada dia yang
kini milik orang lain. Rindu ini selalu membuat diri ini menyesal telah
melepaskannya pergi. Rindu ini terus mengambil seluruh waktu. Untuk kesekian
kalinya aku datang ke tempatnya bekerja, untuk kesekian kalinya aku
memanfaatkan kebaikan hatinya, berharap rindu ini segera hilang. Namun, dia
seperti sebuah candu, yang sekali aku melihatnya, rasanya ingin terus
melihatnya. Dia adalah bintang yang selama ini aku tinggalkan ditengah gelap,
namun karena ia memiliki sinarnya sendiri ia tetap bersinar. Dia adalah wanita
yang mungkin tidak akan pernah ku miliki lagi, namun akan selalu menyita
waktuku karena rindu ini terus membelenggu. Di dekatnya seperti sedang berada
dirumah, begitu nyaman dan hangat. Wanita dengan senyuman termanis, dan mata
yang selalu hangat menatap. Wanita yang masih dapat tersenyum untuk aku yang
telah melukainya terlalu dalam. Dulu kami saling mencintai, dan aku
mengkhianatinya namun ia tetap bertahan mencintaku untuk waktu yang lama,
hingga akhirnya ia mulai membuka hati untuk orang lain. Dan kini aku rindu,
rindu senyumnya, rindu cintanya, rindu perhatiannya, rindu dirinya. Setelah
luka yang ku sebabkan, aku tak pernah mengerti mengapa masih ada senyuman di
wajahnya saat melihatku, mengapa ia begitu baik menerima kedatanganku, mengapa
ia begitu hangat menyapaku, mengapa semakin aku melihatnya, semakin aku
mengagguminya. Tanpa ku sadari rindu ini membawaku kembali mencintainya.
Di cafe
Mobil dani terpakir
tepat depan pintu masuk cafeku,
"sudah sampai
tuan putri." ucapnya dengan ciri khasnya yang kaku.
Aku tersenyum, dan
membalas "thank you, mau turun dulu aku buatkan kopi dulu, masih ada
waktukan."
"oke, tambah
sandwich ya." jawabnya.
"iya, parkir
mobilnya di samping saja, aku turun duluan." kataku.
"iya,
sayang." jawabnya sambil tersenyum.
Ku balas senyumnya,
lalu aku turun dari mobil, cafe memang sudah dibuka oleh pegawaiku sejak
pagi-pagi sekali, jadi ketika aku datang cafe sudah buka. Saat aku hendak
masuk, mataku menangkap sosok yang tak asing sedang duduk di balkon, dengan
secangkir kopi. "adrian datang lagi."ucapku dalam hati. Ku
kesampingkan adrian, dan aku bergegas masuk ke dapur untuk membuatkan sarapan
sederhana untuk tunanganku. Ketika aku sibuk membuat sarapan aku tak melihat
dani masuk. Makanya kini mataku menjelajah seluruh ruangan untuk mencari
sosoknya. Namun tak ku temukan dia.
"ka cari mas
dani ya?" tanya pegawaiku.
"iya ka, lihat
tidak?" jawabku.
"ada dibalkon
ka tadi pas masuk langsung naik ke atas."
"oh, makasih
ka."
Tumben apa langsung
ke balkon, biasanya ia lebih suka makan di bar dekat dapur. Ku bawa sandwich
dan kopi ke balkon, dan ternyata ia tengah mengobrol dengan adrian. Adrian, aku
dan dani adalah teman saat SMA. Adrian dan dani sejak dulu bersaing untuk memilikiku,
saat itu adrian yang menang, namun itu semua karena aku salah pilih, adrian
mengecewakakanku, dan kami berpisah. Dan saat aku terluka karena sikap adrian,
danilah yang selalu ada untuk menghiburku. Kini melihat mereka duduk berdua
sambil mengobrol membuatku bingung harus apa. Jika sama adria saja aku tidak
merasa canggung, sudah biasa saja. Ini juga ke empat kalinya ia main ke cafeku.
Aku tidak pernah membayangkan mereka akan bertemu seperti ini.
"ekhem serius
banget ngobrolnya, ini ada sandwichnya sarapan dulu, maaf ganggu ya aku masuk
lagi, jangan serius-serius ngobrolnya." ku beranikan mendekat ke meja
mereka, dan mencoba mencairkan suasana.
Sebelum kembali
masuk ke dalam aku mengingatkan dani untuk segera mengahabiskan sarapannya agar
tidak terlambat. Lalu aku masuk lagi ke dalam tidak ingin mengganggu mereka,
dan juga terlalu canggung berada ditengah-tengah mereka. Setelah tiga puluh
menit mengobrol, dani masuk keruanganku untuk pamit bekerja.
"aku berangkat
dulu ca."
"iya,dihabiskan
tidak sarapannya?"
"iya habis,
enak seperti biasa." jawabnya dengan senyumannya yang selalu mampu
membuatku tersenyum juga.
"yaudah,
hati-hati dijalan."
"siang ini mau
kemana?" tanya dia
" ga
kemana-mana disini aja, ada anak les private mau belajar disini, kenapa?"
"ga, apa-apa,
pulangnya tunggu aku,nanti aku jemput."
"iya
siap." jawabku dengan senyuman ya yang semoga terlihat manis.
Dani
Rasanya berat untuk
meninggalkannya, terlebih ada orang yang pernah sangat ia cintai. Orang yang
sanggup ia tunggu dengan linangan air mata selama bertahun-tahun. Orang yang
selama ini menjadi pengahalang masuknya diri ini ke hatinya. Matanya mengapa
masih melihat dengan tatapan yang sama seperti dulu, dan ada apa dengan
laki-laki itu kenapa ia kembali dengan tatapan yang sama. Sejujurnya ingin ku
bawa callisa agar tidak bersama dengan adrian. Namun ku putuskan untuk
mempercayai wanitaku, karena ia kini adalah wanitaku. Aku percaya padanya.
Setelah dani pergi.
Aku pergi ke balkon, bukan untuk menemui adrian, tapi untuk mengambil bekas
piring dan gelas kotor. Saat menaiki tangga aku berharap adrian sudah pergi,
nyatanya harapanku tidak dikabulkan adrian masih dikursinya dengan posisi yang
sama. Aku berjalan mendekati menjanya. Adrian menatapku yang kini sedang
berjalan ke arahnya. Akh aku benci dengan tatapan itu, tatapan yang seolah
hanya ada aku di dunianya.
"hei, "
sapaku saat sudah di mejanya sambil membereskan piring kotor.
"sandwichnya
enak." katanya tiba-tiba.
"oh.. Mau
nambah lagi, nanti aku buatkan lagi."
"tidak, tapi
aku ingin juga merasakan kopi buatanmu."
"kan kamu juga
sudah minum kopi".
"ca,"
"hmm."jawabku
sambil menatapnya.
"ada apa
dri?"
"duduk, coba ga
enak banget di liatnya berdiri terus."
"aku Cuma
bentar, Cuma mau ngambil ini aja kok."
"ca, masih
marah ya sama aku?"
"ca, maafin aku."
Ku menatapnya,
dengan tatapan yang bingung.
"engga, kok ga
marah, buat apa aku marah, minta maaf buat apalagi kan udah minta maaf."
"ca,
kangen." katanya
Badanku mendadak
membeku mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya.
"ca, aku akan
terus minta maaf agar kamu bisa maafin aku, dan kembali padaku."
"adrian, aku
bukan belum memaafkan kamu, aku sudah tidak marah padamu, namun sekarang sudah
berbeda, bukan belum bisa memaafkan hanya saja semuanya sudah berebeda, aku
sudah punya dani."
"aku telat ya
ca?"
"ntahlah..".
Tak mau goyah, aku
memutuskan untuk meninggalkan adrian.
Adrian
Benar bukan dia yang
salah, aku yang datang terlambat. Terlalu banyak ia menangis karenaku seperti
yang di ceritakan dani, dan benar yang dikatakannya aku tidak pantas untuk
callisa. Ia terlalu indah dan selalu indah. Aku cinta kamu ca.
Callisa,
Pada siapa hati ini
berpihak aku tidak tahu. Cinta siapa yang nyata, dan cinta yang semu aku pun
tidak tahu, aku harap apapun pilihanku ia adalah cinta yang sebenarnya, bukan
cinta yang salah ku tafsirkan.
0 komentar:
Posting Komentar