Tidak bisakah kamu
hanya pergi begitu saja,
Bisakah kamu tidak
menjadi baik dan lembut seperti itu,
Jangan menatap aku
dengan mata itu,
Jangan pernah
menatapku, seolah aku ini begitu menyedihkan.
Tak usah menatapku,
seolah kamu bersalah telah melakukan hal tersebut padaku.
Tak usah kau lakukan
semua hal baik, karena semua tidak berguna sama sekali,
Kamu akan tetap
pergi, pada akhirnya kamu akan tetap pergi.
Aku tahu betul, kamu
merasa bersalah.
Aku tahu betul, kamu
begitu tak tega melihatku menangis,
Aku tahu betul, kamu
mencoba membuatku lebih baik.
Tapi semua tidak ada
gunanya, pada akhirnya kamu akan tetap pergi.
Sudah memasuki,
tahun ke empat setelah kita berpisah, namun mengapa kamu dan segala kenangan
tentangmu masih saja terus menghuni hari-hariku. Aku tahu kamu tidak akan
pernah kembali, aku tahu kamu sudah mengucapkan selamat tinggal, aku juga tahu
kamu sudah membayar semua janji-janjimu, aku tahu kamu mencoba untuk tak
melukaiku, dengan membuat sebuah perpisahan manis, yang bahkan semakin
membuatku tidak mampu mengucapkan sampai jumpa lagi, semoga kamu bahagia, jika
dia bahagiamu aku akan bahagia, aku tak sanggup mengatakannya walau sudah ku
siapkan kalimat tersebut. Aku ingat betul hari dimana kamu menghubungiku
januari tahun 2014, untuk pertama kalinya kamu mengirim sebuah pesan,
mengajakku untuk jalan ke sebuah air terjun tempat favoritemu, tempat yang
selalu kamu ceritakan padaku, tempat yang selalu kamu janjikan padaku untuk
dikunjungi bersama-sama. Aku ingat betul hari itu aku langsung mengiyakan
tawaran tersebut. Bahkan aku langsung berlari ke arahmu, aku rela menggunakan
motorku sebagai alat tranportasi kita untuk kesana. Hari itu hujan gerimis
menemani perjalanan kita, aku tak menggunakan jaket dan kamu merelakan jaketmu
dikenakan oleh aku, padahal hari itu dingin, dan kamu menggunakan kaos pendek.
Saat itu aku cukup terkesan, berada di belakangnya, melihat penggungnya,
merasakan hangat jaketnya, aku cukup terkesan dengan semua yang ia lakukan,
dalam hatiku berkata, ia masih tetap sama laki-laki yang selalu membuatku jatuh
cinta dengan apapun yang ia lakukan. Canda tawa sepanjang perjalanan, setiap
pohon, setiap batu, setiap sawah, setiap detail jalan yang kita lalui, aku
masih mengingatnya dengan baik. Yang kurasa saat itu bahagia. Ia lebih nyaman
dari rumah, ia lebih indah dari bintang di langit, dan lebih hangat dari
perapian. Apapun yang ia katakan, apapun yang ia lakukan selalu mampu
membuatku, betapa bersyukurnya diri ini dapat mengenalnya lebih dekat dari
siapapun, bersyukurnya aku bahwa laki-laki ini pernah memiliki rasa untukku.
Hanya bahagia yang ku rasa hari itu, hingga akhirnya aku sadar bahwa semua yang
ia lakukan hanya untuk membayar hutang padaku, hutang janji yang selama ini
selalu ku tagih, dan untuk mengucapkan selamt tinggal untuk selama-lamanya.
Hari itu ku pikir aku mungkin akan mendapatkan kesempatan kedua, namun sebaliknya
hari itu ia ingin mengucapkan selamat tinggal padaku, selamat tinggal dan tidak
akan kembali. Ia ingin aku merelakannya pergi, ia ingin aku melupakannya dan
melanjutkan hidupku, ingin aku menemukan seseorang yang baru, ingin
membiarkannya pergi ke arah wanita lain. Ia ingin aku melakukan semua itu,
tanpa berpikir bahwa apa yang ia lakukan hanya semakin membuatku, tak mampu
untuk melepaskannya. Jika saja hari itu aku tahu kamu mengajakku jalan hanya
untuk mengatakan berpisah, jika saja aku tau kamu hari itu ingin aku
merelakanmu, dan andai saja aku tahu itu adalah pertemuan untuk perpisahan,
mungkin aku akan menolak ajakanmu, jika aku menolak mungkin saja kamu akan
tetap disini, disampingku, ada setiap hari-hariku.
kamu mungkin tidak pernah tahu, betapa aku sangat merindukanmu.
0 komentar:
Posting Komentar